Dampak Hukum Adopsi Anak Terhadap Hukum Kekeluargaan Dalam Konteks Waris dan Nasab

- Sabtu, 11 Maret 2023 | 08:44 WIB
Adi Attsani, SH. Adv., Penulis 'Dampak Hukum Adopsi Anak Terhadap Hukum Kekeluargaan Dalam Konteks Waris dan Nasab' (Redaksi)
Adi Attsani, SH. Adv., Penulis 'Dampak Hukum Adopsi Anak Terhadap Hukum Kekeluargaan Dalam Konteks Waris dan Nasab' (Redaksi)

Oleh : Adi Attsani, SH. Adv.

Penulis Merupakan Praktisi Hukum di Wilayah Tegal

SuaraPantura.com - Mengangkat anak atau disebut sebagai adopsi anak adalah sebuah tindakan yang mulia, sebab dengan begitu telah terjadi langkah berani sebuah keluarga atau orang tua angkat memberikan perlindungan bagi masa depan anak angkat. Dalam tinjauan ilmu hukum, tindakan tersebut dikatakan sebagai perbuatan hukum.

Anak angkat adalah anak yang oleh karena hak hukumnya ditetapkan karena undang-undang menjadi anak yang pengampuannya beralih dari orangtua kandung kepada orang tua angkat.

Rumusan pengertian pengangkatan anak lebih ditekankan bahwa tujuan pengangkatan anak adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anak, kelangsungan hidup, tumbuh kembang anak dan mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak, the best interest of the child. (Aris Merdeka Sirait : 2018).

Baca Juga: Walikota Tegal Dipolisikan Oleh Ketua RT di Kota Tegal, Dianggap Meresahkan Warga

Dalam praktiknya di masyarakat beberapa daerah, hal tersebut sudah lumrah terjadi apa yang disebut "anak asuh" atau “anak pungut” dalam kehidupan sehari-hari, yakni mengasuh seorang anak karena motif tertentu. Namun, acapkali perbuatan tersebut tidak di barengi dengan langkah-langkah hukum komprehensif, hal tersebut umumnya disebabkan karena minimnya kesadaran dan pemahaman akan aturan yang ada.

Perbuatan tersebut bukan saja berpotensi menimbulkan masalah dikemudian hari, jika tidak dilakukan dengan prosedur yang benar. Maraknya kasus "Human Traficking" atau “Child Traficking” belakangan ini menjadi indikasi tidak amannya proses tersebut. Terutama yang kaitannya dengan WNA (Warga Negara Asing). Misalnya kasus beberapa waktu yang lalu, seperti yang terjadi di Jambi, Pasuruan, dan beberapa daerah lain menunjukan hal tersebut bukan isapan jempol belaka, melainkan merupakan perbuatan pidana ditinjau dari aspek hukum.

Namun, ternyata bukan hanya itu saja potensi masalah yang akan timbul. Berdasarkan peraturan yang ada dan pengalaman ketika beracara, pengangkatan anak sangat erat kaitannya dengan persoalan hukum keperdataan, baik itu hukum perdata barat (Belanda) maupun hukum perdata Islam (fiqh). Dalam kacamata fiqh Islam misalnya, anak yang lahir dari orangtua kandung disebut sebagai anak kandung. Sementara anak yang lahir di luar perkawinan disebut sebagai anak luar kawin.

Baca Juga: Kejari Pemalang Geledah Balai Desa Glandang, Ternyata Berkaitan Dengan Penyelewengan Dana Desa Sebesar..

Dari definisi diatas memiliki konsekuensi hukum yang berbeda, yang kaitannya dengan hukum kekeluargaan (Ahwal al-Syakhsiyah). Dimana di dalamnya terdapat aturan mengenai waris dan tidak terkecuali juga tentang nasab (garis keturunan). Islam sangat tegas mengatur akan hal tersebut. Lantas bagaimana konsekuensi hukum yang berkaitan dengan tentang waris dan nasab?

Tentang Waris
Hukum waris menurut Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam atau disingkat KHI adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. Sementara ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.

Dalam sistem hukum perdata Islam terdapat dua sebab seseorang menjadi ahli waris, yakni karena menurut hubungan darah dan akibat perkawinan.
1. Menurut hubungan darah dibedakan menjadi dua golongan yang pertama laki-laki, terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek, dan yang kedua perempuan, terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari nenek.
2. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari dua golongan yakni duda atau janda.

Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa dalam pandangan hukum Islam yang dapat menjadi ahli waris adalah mereka yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan si pewaris. Sementara anak angkat tidak termasuk dalam kedua golongan tersebut, sehingga ia tidaklah disebut sebagai ahli waris. Anak angkat bisa mendapatkan hibah dari si pewaris tetapi jumlahnya tidak lebih dari 1/3 jumlah harta waris.

Baca Juga: Asik Berduaan Di Rumah Dinas, Oknum Lurah di Pemalang Ini Digrebeg Istrinya, Ternyata Sudah Begituan di..

Halaman:

Editor: Desky Danuaji

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Cara Membuat Surat Kuasa, Mudah dan Sederhana

Selasa, 21 Februari 2023 | 08:34 WIB

Batangane Wong Nderes Cangkrimane? Ini Jawabannya

Minggu, 12 Februari 2023 | 14:02 WIB

Penyebab Pelanggaran Norma Kebiasaan Folkways

Minggu, 5 Februari 2023 | 07:38 WIB

Puisi Karya Kang Thohir: Hilang

Senin, 7 November 2022 | 16:24 WIB
X